Membangun organisasi berbasis pengetahuan, termasuk kesiapan dan kualitas SDM
(sumber daya manusia) sebagai kunci juga dengan harus membawa penyadaran untuk
mengantisipasi kesiapan membangun organisasi berbasis pengetahuan yang menjadi
prasyarat keunggulan persaingan abad 21 ini.
Kita tengah bergerak dari suatu masyarakat industrial (industrial society) ke suatu
masyarakat knowledge ( knowledge society). Dimana sumber kekayaan bergeser dari
modal ke knowledge dan jenis organisasi (organizational type) dari hierarki yang tajam
(step hierarchy) menuju ke jejaringan manusia (human networking).
Manfaat
Adanya percobaan membagun organisasi berbasis pengetahuan (KBO) ini, maka
sekaligus memberdayakan ke empat fungsi yaitu : using knowledge, finding knowledge,
creating knowledge dan packaging knowledge yang akan diimplementasikan di organisasi,
serta membangun budaya knowledge sharing di kalangan karyawan diharapkan dapat
mendorong untuk berinovasi baik secara kelompok atau individu.
Dalam buku yang ditulis oleh Von Krough, Ichiyo, serta Nonaka (2000), dan Chun Wei
Choo (1998), disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian knowledge adalah
sebagai berikut:
1. Knowledge merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true
believe);
2. Knowledge merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit);
3. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan
terjadinya penciptaan tersebut;
4. Penciptaan inovasi yang melibatkan lima langkah utama yaitu:
a. berbagi knowledge terpikirkan (tacit),
b. menciptakan konsep,
c. membenarkan konsep,
d. membangun prototype, dan
e. melakukan penyebaran knowledge tersebut.
Carl Davidson dan Philip Voss (2003) mengatakan bahwa mengelola knowledge sebenarnya
merupakan cara bagaimana organisasi mengelola karyawan mereka dari pada berapa lama
mereka menghabiskan waktu untuk teknologi informasi. Sebenarnya menurut mereka
bahwa “knowledge management” adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang
berbeda mulai saling berbicara. Oleh karena itu, yang sekarang populer untuk digunakan
adalah label informasi ekonomi seperti: e-commerce, learning organization, dan
sebagainya.
Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995) keberhasilan perusahaan Jepang ditentukan oleh
keterampilan dan kepakaran mereka dalam penciptaan knowledge organisasinya
(organizational knowledge creation). Penciptaan knowledge tercapai melalui pemahaman
atau pengakuan terhadap hubungan synergistic dari tacit dan explicit knowledge dalam
organisasi, serta melalui desain dari proses sosial yang menciptakan knowledge baru dengan
mengalihkan tacit knowledge ke dalam explicit knowledge. Hal ini berarti melakukannya
berdasarkan learning process.
Dengan demikian, pengertian knowledge di sini adalah pengetahuan, pengalaman,
informasi faktual dan pendapat para pakar. Organisasi perlu terampil dalam mengalihkan
tacit knowledge ke explicit knowledge dan kembali ke tacit yang dapat mendorong inovasi
dan pengembangan produk baru. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995) perusahaan Jepang
mempunyai daya saing karena mereka memahami bahwa knowledge merupakan sumber
dari daya saing. Knowledge ini harus dikelola (managed), karena harus direncanakan dan
diimplementasikan. Tindakan dan maksud organisasi berinteraksi dengan bermacam-macam
elemen lingkungan tersebut membutuhkan waktu yang lama, sedangkan pengambil
keputusan menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian yang besar sekali untuk memahami
isu yang ada, mengidentifikasi alternatif yang sesuai, mengetahui outcome dan menjelaskan
serta menentukan keinginannya. Oleh karena itu, keputusan rasional memerlukan
informasi di atas kapasitas manusia untuk melakukannya. Untuk mencapai budaya institusi
yang inovatif, maka upaya membangun knowledge sharing (berbagi knowledge) perlu
dilakukan. Kunci utama pelaku knowledge sharing adalah manusia. Keuntungan dari orang
yang berbagi knowledge adalah mereka mampu merespon kesempatan secara cepat
sehingga inovasi dapat diciptakan dan bukan bersifat reinventing the wheel, agar mencapai
sukses di dunia bisnis secara cepat dan biaya murah.
Kaisa Kautto-Koivula of Nokia Telecommunications menyimpulkan sebagai berikut:
“ We have to understand more deeply how to really manage human-based individual and
organizational tacit knowledge”. Sedangkan pada “ E-Newsletter Knowledge
Management”, ia menyatakan sebagai berikut: “ knowledge management is about
applying the knowledge assets available to your organization to create competitive
advantage”.
Aspek budaya dan pembelajaran (learning) juga tercakup dalam presentasi pada
konferensi ini. Kaisa menekankan pentingnya budaya lingkungan apabila membangun
program knowledge management, Dia mengatakan bahwa “ success is based more on a
human driven approach and deep integration rather than technology approach”.
Oleh karena itu, nilai dan kepercayaan, motivasi dan commitment, serta insentif (reward)
untuk knowledge sharing merupakan bagian dari budaya lingkungan. Hubungan antara
pribadi dengan organisasi juga ditekankan oleh banyak pembicara. Beberapa pembicara
yang merupakan wakil dari berbagai perusahaan mengatakan bahwa learning merupakan
fokus dari strategi. Wakil perusahaan tersebut adalah dari Rover Group (Collin Jones).
mereka mengatakan bahwa sebagai bagian dari knowledge management strategy, Rovernet
mengatakan bahwa intranet merupakan bagian yang sangat membantu mereka dalam
mengaplikasikan learning dan share best practice mereka.. Sedangkan General Motors
(Wendy Coles) memberikan gambaran tentang hubungan di antara knowledge sharing dan
strategi.
Perpektif dari Shell Exploration and Production salah satunya adalah learning organization
yang menuju living company yang merupakan kombinasi dari : 1). sensitivitas terhadap
lingkungan operasi; 2) kohesif dan identitas; 3).toleransi dan desentralisasi, ( laporan
knowledge management ’97 dari David . Skyrme dan Jan Willie dalam “ knowledge
management” : the Story Unfolds”, http://www.skyrme.com/updates/km97.htm).
Menurut David J. Skryme (dalam the 3Cs of knowledge sharing
(http://www.skyrme.com/updates/u64 fl.htm), bahwa salah satu tantangan knowledge
management adalah menjadikan manusia berbagi knowledge mereka. Untuk menghadapi
tantangan tersebut dia menyarankan tiga C yaitu : Culture, Co-opetition (menyatukan
kerjasama dengan persaingan) dan Commitment. Perubahan budaya tidak mudah dan
membutuhkan waktu, beberapa kegiatan yang mungkin digunakan untuk merencanakan dan
mengenalkan perubahan yaitu: audit budaya, untuk menjawab tantangan dari perilaku
“ yang tidak benar” , keterlibatan, menggunakan role mode, team building, reward dan
mengubah manusia dengan memindahkan orang-orang dalam knowledge sharing.
Banyak organisasi belum atau tidak mengetahui potensi knowledge (knowledge +
pengalaman) tersembunyi yang dimiliki oleh karyawannya. Mengapa demikian? Riset
Delphi Group menunjukkan bahwa knowledge dalam organisasi tersimpan dalam
struktur :
– 42 % dipikiran (otak) karyawan;
– 26 % dokumen kertas;
– 20 % dokumen elektronik;
– 12% knowledge base elektronik.
Bagaimana di PDII ? Fakta umum ini memang terjadi di mana-mana, bahwa asset
knowledge sebagian besar tersimpan dalam pikiran kita, yang disebut tacit knowledge . Tacit
knowledge adalah sesuatu yang kita ketahui dan alami, namun sulit untuk diungkapkan
secara jelas dan lengkap. Tacit knowledge sangat sulit dipindahkan kepada orang lain,
karena knowledge tersebut tersimpan pada pikiran masing-masing individu dalam organisasi.
Oleh karena itu, knowledge management ada untuk menjawab persoalan ini, yaitu proses
mengubah tacit knowledge menjadi knowledge yang mudah dikomunikasikan dan mudah
didokumentasikan, yang disebut explicit knowledge . Dokumentasi menjadi sangat penting
dalam knowledge management, karena tanpa dokumentasi semuanya akan tetap menjadi
tacit knowledge dan knowledge itu menjadi sulit untuk diakses oleh siapapun dan kapanpun
dalam organisasi.
kesimpulan:
– KM sebagai suatu spirit yaitu pendekatan dari hati ke hati,
– Ide harus fleksibel,
– Kita semua menjadi pemain,
– Jangan bikin border sendiri, harus borderless,
– Buat dari data
Posted by: jesen123
Categories:
knowlage management