14th Oct, 2010

peranan KM dalam organisasi

Birkinsaw (1998) menyatakan paling tidak ada tiga kenyataan yang sangat mempengaruhi berhasil tidaknya KM yaitu:

  • Penerapannya tidak hanya menghasilkan pengetahuan baru, tetapi juga mendaur-ulang pengetahuan yang sudah ada.
  • Teknologi informasi belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi.
  • Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui, banyak pengetahuan penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal pengetahuan itu sudah dimiliki sebuah organisasi sejak lama.

Rollet (2003) mengemukakan bahwapaling tidak ada 5 (lima) tahapan dalam perkembangan di dalam organisasi yakni:

  • Knowledge-chaotic (tak sadar konsep, tak ada proses informasi, dan tak adashavinginfomasi).
  • Knowledge-wave (sadar akan ltebutuhan manajemen pengetahuan, ada beberapa proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu tentang shaving informasi).
  • Knowledge-enabled (memanfaatltan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar, isu-isu berltaitan dengan budaya dan teknologi).
  • Knowledge-managed (kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat, isu-isu pada tahap sebelumnya teratasi).
  • Knowledge-centric (manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi dalam budaya).

Bagi organisasi yang ingin menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasinya perlu menyadari pertama, bahwa pengetahuan ada pada orang dan bukan pada sistem, meskipun sistem punya data dan informasi yang dapat membantu proses pengetahum. Kedua, penciptaan pengetahuan merupakan proses sosial, tercipta melalui interaksi antara individuindividu dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pada organisasi modern yang berlimpah dengan sumber daya IT yang memadai, pandangan tentang manajemen perubahan ini secara tidak langsung bersinggungan pula dengan cara mereka memberlakukan pengetahuan sebagai modal intelektual. Manajemen perubahan mencangkup prinsip, alat analisis, teori perubahan strategis, peningkatan fungsi individu, sistem, struktur dan proses & kerja yang harus didahului dengan desain organisasi, perbaikan kinerja pegawai, hubungan antar bidang/bagian/ltelompok dalam suatu organisasi.

Manajemen pengetahuan bukan perkara yang sederhana, karena luas dan kompleksnya bidang manajemen pengetahuan ini para ahli mencoba membangun model untuk manajemen pengetahuan. Manajemen Pengetahuan dilaksanakan dalam system pengelolaan pengetahuan, atau Knowledge Management System (KMS). Sebagian besar organisasi yang menerapkan KMS, menggunakan pendekatan tiga-cabang untuk mengelolapengetahuannya, yaitu – Manusia (People), Proses (Process), dan Teknologi (Technology). Penekanan terhadap tiap-tiap elemen bisa berbeda di setiap bagian organisasi. Model lain adalah yang dikemukakan oleh ahli lain yang membagi model manajemen pengetahuan menjadi dua dimensi, sebagai berikut: Dimensi pertama (bawah) terdiri dari aktifitas-aktifitas yang sangat penting bagi proses penciptaan pengetahuan dan inovasi seperti :

  • knowledge exchange,
  • knowledge capture,
  • knowledge reuse, danknowledge internalization.

Secara keseluruhan, proses ini menciptakan sebuah organisasi pembelajaran (learning organization) yaitu sebuah organisasi yang memiliki keahlian dalam penciptaan, perolehan, dan penyebaran pengetahuan serta mengadaptasikan aktifitasnya untuk merefleksikan pemahaman dan inovasi baru yang didapat. Sedangkan dimensi kedua (atas) terdiri dari elemen yang memungkinkan atau mempengaruhi aktifitas penciptaan pengetahuan, yaitu:

  • Strategy – penyelarasan strategi organisasi dengan strategi KMS.
  • Measurement – pengukuran yang diambil untuk menentukan apakah terjadi perbaikan KM atau ada manfaat yang telah diambil.
  • Policy – aturan tertulis atau petunjuk-petunjuk yang telah dibuat oleh organisasi.
  • Content – bagian dari knowledge-base organisasi yang ditangkap secara elektronik.
  • Process – proses-proses yang digunakan oleh knowledge worker organsisasi dalam rangka mencapai misi dan tujuan organisasi.
  • Technology – teknologi informasi yang memfasilitasi proses identifikasi, penciptaan, dan difusi pengetahuan diantara elemen-elemen organisasi di seluruh bagian organisasi. Peran penting teknologi dalam KMS adalah memperluas jangkauan dan meningkatkan kecepatan transfer pengetahuan. Peran ini sangat tergantung pada dua aspek yang paling banyak mendukung, yaitu penyimpanan dan komunikasi.
  • Culture – lingkungan dan konteks yang di dalamnya proses-proses KM harus terjadi (sering disebut dengan istilah nilai, norma, dan praktek). Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mendefinisikan proses-proses Knowledge Management. Nonaka dan Takeuchi (1995) menggambarkan 4 proses konversi pengetahuan: sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi dan internalisasi. Masing-masing proses melibatkan perubahan satu bentuk pengetahuan (tacit atau explicit) ke bentuk pengetahuan lain (tacit atau explicit). Model ini memfokuskan pada persoalan penting pada bagaimana pengetahuan dapat diciptakan melalui pembagian keorganisasian dan menjadi berguna untuk mengidentifikasi dan menilai aktifitas-aktifitas penting tertentu dalam manajemen pengetahuan.

Model lain, yang dikemukakan oleh Oluic-Vukovic (2001) menguraikan 5 langkah dalam rantai pemrosesan pengetahuan: pengumpulan, penyusunan, penyaringan, penyampaian dan penyebaran. Model ini melingkupi lebih lengkap lagi cakupan aktifitas

yang dilibatkan dalam aliran pengetahuan organisasi. Hampir menyerupai proses siklus hidup informasi yang menyarankan sekali lagi aspek yang saling berhubungan dari Information Management dan Knowledge Management. Penemuan (discovery) melibatkan penempatan pengetahuan internal ke dalam organisasi. Proses ini membicarakan ungkapan yang sering dikutip, “seandainya kita mengetahui apa yang kita tahu” (“if only we knew what we know”). Organisasi besar yang tersebar secara geografis, non hirarki sadar bahwa proses pengumpulan pengetahuan (gathering) ini berguna terutama ketika satu bagian dari organisasi tidak mengetahu pengetahuan yang terdapat dalam bagian lainnya. Sedangkan perolehan atau penambahan (acquisition) berkaitan dengan membawa pengetahuan ke sebuah organisasi dari sumber eksternal. Penciptaan (creation) pengetahuan baru dapat dikerjakan dalam berbagai cara:

Pertama, pengetahuan internal dapat digabungkan dengan pengetahuan internal lainnya untuk menciptakan pengetahuan yang baru. Dan yang kedua, informasi dapat dianalisis untuk menciptakan pengetahuan yang baru. Cara-cara tersebut adalah menambah nilai terhadap informasi sehingga dapat menghasilkan tindakan. Satu contoh dari proses penciptaan pengetahuan ini adalah competitive intelligence (kecerdasan yang kompetitif). Teknologi menjadi berguna pada tahap ini karena teknologi dapat memudahkan penciptaan pengetahuan baru melalui sintesis / perpaduan data dan informasi yang didapat dari sumber yang bermacam-macam (Oulic-Vukovic, 2001).

Setelah pengetahuan telah dikumpulkan, lalu harus disimpan (stored) dan dibagikan (shared). Berbagi (sharing) pengetahuan melibatkan pemindahan pengetahuan dari satu (atau lebih) orang ke seseorang (atau lebih) lain. Berbagi pengetahuan sering kali menjadi perhatian utama dalam manajemen pengetahuan dan jarang dibicarakan dalam literatur. Tidak hanya sebagian besar organisasi mengabaikan pemikiran bahwa semua pengetahuan harus didokumentasikan, melainkan mereka juga harus siap untuk mengimplementasikan metode-metode yang berbeda untuk membagikan jenis-jenis pengetahuan yang berbeda (Snowden,1998).

Hal tersebut adalah perdebatan bahwa fokus dari Knowledge Management tidak hanyapada pendistribusian (distribution) tidak juga pada penyebaran (dissemination) pengetahuan, tetapi pada pembagiannya (share). Meskipun pengetahuan dapat di peroleh pada tahapanindividu, agar dapat berguna harus dibagikan dalam suatu komunitas, yang seringkali digambarkan sebagai komunitas praktek. Contohnya, jika terdapat hanya satu orang yang mengetahui aturan dan prosedur organisasi, aturan dan prosedur seperti itu akan menjadi tidak berguna dan tak berarti. Disisi lain, aturan dan prosedur berasal dari komunitas dan ada dengan tepat untuk mengatur aktifitas kelompok. Berbagi pengetahuan (knowledge sharing) kemudian menjadi krusial ketika anggota baru datang dan yang lain keluar. Manajemen informasi tidak benar-benar memfokuskan pada pembagian  informasi dan lebih diorientasikan kepada pengawasan, pemeliharaan, dan penyimpanan informasi. Seseorang juga dapat berpendapat bahwa kegunaan dan nilai dari informasi tidak bergantung sebanyak pada konsumsi dan pembagian kolektifnya: konsumsi dan penggunaan individunya dapat menjadi sangat efektif dari suatu sudut pandang organisasi. Sebenarnya, terlalu banyak pendistribusian informasi dapat mengarah pada kelebihan informasi yang dapat melumpuhkan tindakan. Berbagi pengetahuan dipahami, contohnya, oleh Bank Dunia sebagai kritikan untuk pembangunan ekonomi dan sebagai langkah penting berikutnya melampaui penyebaran informasi (MacMorrow, 2001). Pada akhirnya, siklus manajemen pengetahuan tidak lengkap juga tidak berhasil jika tidak ada usaha yang dibuat untuk memastikan penggunaan pengetahuan yang telah disimpan dan dibagikan. Di sisi lain, kesuksesan proyek Information Management dicapai ketika pemeliharaan dan pencarian informasi dijamin sementara kesuksesan program Knowledge Management pada akhirnya bergantung pada sharing (berbagi) pengetahuan (Martensson, 2000) Ada kendala-kendala yang dihadapi sebelum akhirnya dapat memanfaatkan dan menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru, yaitu kendala dalam mengakses, mengorganisasikan, dan menangkap pengetahuan. Selain kendala dari dimensi proses tersebut, juga ada kendala dari dimensi budaya. Sebelum terciptanya suasana yang mendorong inovasi (innovate), diperlukan suasana yang mendorong dilakukannya berbagi (share) pengetahuan dan bekerja sama (collaborate).

Leave a response

Your response:

Categories